HAK ASASI MANUSIA DARI PERSPEKTIF ISLAM



PENGERTIAN HAK ASASI MANUSIA
Jan Materson dan Komisi Hak Asasi Manusia (HAM) PBB mengatakan, hak asasi manusia adalah hak-hak yang melekat pada manusia, yang tanpa hak itu mustahil manusia dapat hidup sebagai manusia.

Baharuddin Lopa memahami kalimat "mustahil hidup sebagai manusia" dengan makna mustahil dapat hidup sebagai manusia yang bertanggung jawab, karena di samping manusia memiliki hak ia juga mempunyai tanggung jawab atas segala yang diperbuatnya.

Hak asasi manusia adalah hak yang diberikan langsung oleh Tuhan. karena itu tidak ada kekuasaan apapun yang dapat mencabutnya. Walaupun demikian, bukan berarti manusia dengan hak-haknya itu dapat berbuat semaunya, sebab apabila seseorang melakukan sesuatu perbuatan yang dapat dikatagorikan memperkosa atau merampas hak asasi orang lain, ia harus mempertanggung jawabkan perbuatannya itu. (Baharuddin Lopa, 1996: 1)

SEJARAH HAK ASASI MANUSIA
Secara historis, lahirnya HAM dimulai dengan lahirnya Magna Charta pada tahun 1215 di Inggris, yang intinya membatasi kekuasaan raja-raja yang absolut. Kemudian diikuti dengan lahirnya Bill of Rights di Inggris pada tahun 1689, yang berintikan bahwa manusia harus diperlakukan sama di depan hukum.
Perkembangan HAM selanjutnya ditandai munculnya The American Declaration of Independence yang lahir dari paham Rousseau dan Montesquieu. Setelah itu lahir pula the French declaration dan the rule of law
Dalam the French declaration antara lain disebutkan, bahwa tidak ada penangkapan dan penahanan yang semena-mena, termasuk penangkapan tanpa alasan yang sah dan penahanan tanpa surat perintah yang dikeluarkan oleh pejabat yang sah.
Di samping itu dinyatakan juga adanya presumption of innocence, artinya orang-orang yang ditangkap kemudian dituduh dan ditahan, berhak dinyatakan tidak bersalah sampai ada keputusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap yang menyatakan ia bersalah.
Dalam deklarasi ini juga dipertegas adanya freedom of expression, freedom of religion, the right of proferty dan hak-hak dasar lainnya. Semua hak-hak yang ada dalam intstrumen HAM tersebut, kemudian dijadikan dasar pemikiran untuk melahirkan rumusan HAM yang bersifat universal, yang kemudian dikenal dengan the universal declaration of human right yang disahkan PBB tahun 1948.
Hak asasi yang dimiliki oleh manusia telah dideklarasikan oleh ajaran Islam, jauh sebelum masyarakat Barat mengenalnya. Melalui berbagai ayat al-Quran, misalnya manusia tidak dibedakan berdasarkan warna kulitnya, rasnya dan tingkat sosialnya. Allah menjamin dan memberi kebebasan kepada manusia untuk hidup dan merasakan kenikmatan dari kehidupan, bekerja dan menikmati hasil usahanya, memilih agama yang diyakininya.

HAM DALAM PERSPEKTIF ISLAM DAN NEGARA BARAT
Ada perbedaan prinsip bila HAM dilihat dari sudut pandang Islam dan Barat. HAM menurut pemikiran Barat semata-mata bersifat antroposentris, artinya segala sesuatu berpusat kepada manusia. Di sini manusa sangat dipentingkan. Sebaliknya, HAM dilihat dari sudut pandang Islam bersifat teosentris, artinya segala sesuatu berpusat kepada Tuhan. Di sini Tuhan/ Allah menjadi sentral atau pusat.
Pemikiran Barat tentang HAM menempatkan manusia pada posisi bahwa manusialah yang menjadi tolak ukur segala sesuatu. Sedangkan HAM dalam Islam, melalui firman-Nya, Allah-lah yang menjadi tolak ukur segala sesuatu dan manusia adalah ciptaan Allah untuk mengabdi kepada-Nya. Di sinilah letak perbedaan yang fundamental antara HAM dilihat dari perspektif pemikiran Barat dengan HAM dilihat dari perspektif pemikiran Islam.
Makna teosentris bagi orang Islam adalah manusia pertama-tama harus meyakini ajaran pokok Islam yang dirumuskan dalam dua kalimat syahadat, barulah manusia melakukan perbuatan-perbuatan yang baik menurut keyakinannya itu. (Daud, Ali Muhammad, 1995: 304)
Sepintas kelihatan bahwa dalam Islam manusia seakan-akan tidak mempunyai hak asasi. Dalam konsep Islam seseorang hanya memiliki kewajiban-kewajiban kepada Allah karena ia harus mematuhi hukum-hukumnya. Namun secara paradoks di dalam tugas-tugas inilah terletak semua hak-hak dan kemerdekaannya.
Menurut Islam, manusia mengakui hak-hak manusia lainnya, karena hal ini merupakan sebuah kewajiban yang dibebankan oleh hukum agama untuk mematuhi Allah. Karena itu HAM dalam Islam tidak semata-mata menekankan kepada HAM saja, tetapi hak-hak itu dilandasi kewajiban asasi manusia untuk mengabdi kepada Allah sebagai penciptanya.

PRINSIP-PRINSIP HAM,SERTA GAMBARAN DALAM AL-QUR'AN
Martabat dan kemuliaan manusia
Al-Quran menyebutkan bahwa manusia mempunyai kemuliaan dan martabat yang tinggi dibandingkan makhluk yang lain, sehingga manusia diberi kebebasan untuk hidup dan merasakan kenikmatan dalam kehidupannya. (QS. 17:33, QS. 5:520)
Prinsip persamaan
Pada dasarnya semua manusia sama, karena semuanya adalah hamba Allah, yang membedakan antara manusia (lebih tinggi derajatnya) dengan manusia lainnya adalah ketakwaannya kepada Allah (QS. 49:13)
Prinsip kebebasan menyatakan pendapat
Al-Quran memerintahkan kepada manusia agar mau dan berani menggunakan akal pikiran mereka, terutama untuk menyatakan pendapat yang benar. Perintah ini secara khusus ditujukan kepada manusia yang beriman, agar mereka berani menyatakan kebenaran secara benar dengan penuh rasa tanggung jawab.
Prinsip kebebasan beragama
Allah secara tegas telah memberikan kebebasan kepada manusia, untuk menganut dan menjalankan agama yang diyakini keberannya, sehingga tak seorangpun dibenarkan memaksa orang lain untuk masuk Islam. (QS. 2:256, QS. 88:22, QS. 50:45)
Hak atas jaminan sosial
Dalam al-Quran banyak dijumpai ayat-ayat yang menjamin tingkat dan kualitas hidup minimum bagi seluruh masyarakat. Kehidupan fakir miskin harus diperhatikan terutama oleh mereka yang berpunya. (QS. 51:19, QS. 70:23). Kekayaan tidak boleh dinikmati dan berputar diantara orang-orang kaya saja. (QS. 104:20, QS. 9:60).
Hak atas harta benda
Dalam Islam hak milik seseorang sangat dijunjung tinggi. Sesuai dengan harkat dan martabat, jaminan dan perlindungan terhadap hak milik seseorang merupakan kewajiban/pemerintah. Oleh karena itu, siapun juga, walau pemerintah sekalipun tidak diperbolehkan merampas hak milik orang lain, kecuali untuk kepentingan umum menurut tata cara yang telah ditentukan lebih dahulu. (Daud, Ali Muhammad, 1995:316)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pages